|
|
---|
|
|
---|
Misteri Jenglot
Sekitar tahun 1980-an seorang pria ditangkap petugas Polda Metro Jaya Jakarta, pasalnya ia dituduh menjual “mayat aneh ” untuk umum. Mayat tersebut kemudian disita dan dibawa ke RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) Jakarta. Para dokter kebingungan, makhluk berukuran kecil tersebut diduga seorang mayat manusia yang disinyalir pernah hidup di dunia.
Sejak saat itu, perbincangan adanya temuan mayat aneh tersebut menjadi tanda tanya besar hingga saat ini, tanpa menemukan jawaban yang pasti. Belakangan makhluk aneh semacam itu populer dengan nama jenglot, dan kini menjadi barang tontonan yang dipamerkan di sejumlah tempat perbelanjaan di kota-kota besar di Tanah Air. Setiap kali jenglot dipamerkan, banyak penonton yang penasaran ingin melihatnya secara langsung. Entah sudah berapa kali makhluk misterius tersebut manggung, dipertontonkan di muka publik.
Adalah Hendra Hartanto, pengusaha restoran dari Surabaya yang mempopulerkan nama jenglot peliharaannya. Ia menemukan jenglot tersebut sekitar tahun 1972, saat ia “semedi” di pantai Ngliyep, Malang, Jawa Timur. Saat bertapa pertama kali sosok “seseorang” memberinya 2 makhluk, yang disebutnya Bethara Kapiwira dan Bethara Katon. Sejak 1997, ia mulai memamerkan jenglot di Ibukota Jakarta, sampai sekarang masih berlangsung.
Kemungkinan Makhluk Hidup,
Jenglot memang seperti manusia, hanya saja berperawakan kecil dengan panjang tubuh sekitar 10,65 cm, memiliki bagian serupa kepala, badan, tangan, dan kaki serta mempunyai kuku dan rambut panjang terurai sepanjang 30 cm melampaui panjang kaki, ada yang lebat dan ada yang jarang. Ukurannya masing-masing tampak proporsional. Ukuran kuku jari dan taring panjang meruncing. Taring mencuat cukup panjang hampir sepanjang ukuran kepalanya.
Menurut pemiliknya, Jenglot bukanlah benda mati tetapi dapat “hidup” (makhluk hidup). Hendra Hartanto, sang pemilik, mengaku Jenglot yang dipeliharanya memerlukan makan berupa darah manusia yang dicampur minyak japaron. Setiap 35 hari setiap Jumat Legi diberi satu tetes darah dicampur minyak japaron. Dengan cara botol yang berisi darah dalam tabung kemudian diletakkan secara terpisah di dekat jenglot. Dalam jangka waktu sekitar 18 jam, kira-kira 3 cc darah dan minyak wangi akan berkurang sekitar 50-60%.
Tanda-tanda kehidupan jenglot juga bisa dilihat dari rambut di kepala dan beberapa bagian tubuh lainnya yang ternyata tumbuh bertambah semakin panjang bahkan lebih panjang dari ukuran tubuhnya. Kuku jari ternyata dapat memanjang seperti layaknya kuku manusia ataupun binatang. Pada saat tertentu posisi kaki, tangan dan mata dapat berubah, seakan menunjukkan adanya pergerakan, sebagaimana makhluk hidup pada umumnya.
Diteliti Dokter Forensik
Enam tahun yang lalu, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, pernah kedatangan “pasien” jenglot. Hendro Hartanto ingin membuktikan bahwa secara medis jenglot miliknya memang merupakan penjelmaan manusia yang pernah hidup. “Waktu itu tim medis di sini kaget, ada seorang pasien yang didaftarkan atas nama jenglot, dikira itu nama orang. Karena bingung mau ditangani di bagian mana maka “pasien” tersebut dibawa ke belakang sini (bagian forensik),” ujar dr. Djaja Surya Atmaja Sp.F., PhD., S.H., D.F.M., seorang dokter bagian forensik FKUI pada Era Baru. Di bagian forensik inilah jenglot diteliti lebih lanjut.
Untuk membuktikan sisi “kemanusiaan” jenglot tersebut maka tim dokter forensik FKUI RSCM melakukan deteksi dengan alat rontgen untuk mengetahui struktur tulang serta pemeriksaan bahan dasar kehidupan seperti C, H, O atau proteinnya. “Semua data awal saya catat dengan teliti dan selengkap-lengkapnya. Ini saya lakukan agar penelitian ini benar-benar dapat dilakukan secermat-cermatnya, ini kan menyangkut pertanggungjawaban pada ilmu pengetahuan,” kata dr. Djaja. Ia menjelaskan bahwa rontgen merupakan sebuah alat yang sangat peka dan sensitif untuk dapat mengetahui dan melihat sisi bagian dalam tubuh. Maka dilakukan foto rontgen untuk mengetahui struktur di dalam tubuh jenglot secara jelas. Dari foto tersebut ternyata belum terlihat struktur dalam tubuh jenglot, yang terlihat kosong (hanya semacam daging tanpa tulang) dan hanya terlihat sebatang “tonggak” menyerupai tulang yang menyangga dari kepala sampai tubuh.
Para dokter belum puas dengan hasil tersebut. Diduga dengan foto rontgen yang telah dilakukan ada kemungkinan kemampuan sinar rontgen kurang akurat. Oleh karena itu untuk mengetahui lebih pasti maka dilakukan foto Mamo. “Foto Mamo ini mempunyai tingkat kepekaan dan sensitifitas lebih baik, lebih akurat, lebih peka dan lebih sensitif daripada foto rontgen,” jelas dr. Djaja. Hasil foto ternyata tidak berbeda dengan hasil yang terlihat pada foto rontgen. Organ dalam tubuh jenglot tetap tidak tampak. Dengan kata lain struktur dalam tubuh jenglot tetap tidak terlihat.
Tim forensik semakin penasaran, tidak puas dengan hasil tes-tes awal, maka tim forensik sepakat untuk meneliti jenglot dengan CT Scan. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa penelitian secara medis harus dilakukan secermat mungkin. Hasil yang diperoleh ternyata dalam tubuh jenglot tidak menampakkan struktur tubuh seperti yang seharusnya ada pada manusia. Hal ini memunculkan tiga dugaan bahwa makhluk aneh itu kemungkinan manusia yang memiliki struktur fisik yang telah berubah. Kemungkinan kedua, sel kulit tersebut telah terkontaminasi dari luar. Sedangkan kemungkinan ketiga, bisa jadi makhluk kecil tersebut adalah makhluk jenis lain yang belum atau tidak dikenal dalam dunia medis hingga saat ini.
Tes DNA yang Mencengangkan,
Belakangan, dr. Djaja Surya Atmaja, tergerak untuk meneliti unsur DNA (deoxyribose nucleic acid), sebuah unsur yang merupakan material genetik berupa basa protein yang membangun struktur kromosom. “Saya didorong beberapa teman untuk meneliti lebih lanjut,” katanya. Unsur ini merupakan gabungan suatu gula, fosfat dan basa. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa DNA merupakan pembangun dari awal suatu kehidupan sesuatu makhluk hidup. Tanpa DNA “sesuatu” makhluk tak akan mampu hidup.
Tes tersebut dilakukan dengan media rambut dan kulit yang diambil dari sisi tubuh jenglot. Sampel sel kulit tersebut kemudian dianalisis dengan metode analisis PCR (Polymerase Chain Reaction). Dengan metode ini DNA dimultiplikasi (diperbanyak). Untuk memperbanyak DNA harus menggunakan bahan pemicu agar DNA dapat keluar dari inti sel sehingga dapat diketahui jenis DNA-nya. “Dalam hal ini, saya menggunakan pemicu DNA manusia, yakni jenis DNA HLA-DQ Alfa dan DNA Polymarker,” kata dr. Djaja. Jika DNA dari sel yang diteliti tersebut mengandung DNA manusia maka akan keluar pita DNA jenis manusia dan jika DNA tersebut DNA jenis hewan maka tidak akan keluar pita DNA manusia. “Saya kaget ternyata hasilnya positif, sampel sel kulit jenglot tersebut mengandung DNA dengan karakteristik manusia. Artinya spesimen sel jenglot tersebut berjenis sel manusia,” katanya seakan tak mempercayai hasil temuannya.
Begitu juga dari penelitian struktur rambutnya. Struktur rambut manusia terdiri dari akar yang diselimuti gelembung sebagai medan tumbuh rambut, kulit rambut, dan di dalam kulit rambut terdapat sumsum rambut. Ada anggapan bahwa rambut jenglot ini ditanam dengan sengaja. “Sangat mustahil kalau rambutnya ditanam, kecuali terlalu lebat, juga rasanya sulit menanam rambut pada media tubuh jenglot yang kecil,” kata dr Djaja. Dari pemeriksaan struktur rambut jenglot, menurutnya bahwa rambut jenglot mempunyai struktur rambut asli walaupun strukturnya tidak sama persis dengan struktur rambut manusia. Jadi mirip rambut manusia. Struktur rambut jenglot mempunyai kelengkapan, yakni akar, diameter rambut agak besar, serta sumsum kecil mirip manusia. Akar tertanam di dalam gelembung dalam kulit persis sama dengan gelembung rambut manusia. Dalam rambut terdapat sumsum berukuran kecil seperti halnya dalam sumsum rambut manusia. Berbeda dengan sumsum rambut pada binatang yang mempunyai sumsum yang besar. Ada anggapan bahwa rambut jenglot ini ditanam dengan sengaja.
Di luar tes DNA, dr. Djaja juga sempat membuktikan pergerakan jenglot yang sekilas tampak hanya seperti sebuah mumi tanpa gerak. Bukti gerak jenglot dilakukan dr. Djaja dengan mengambil gambar atau foto. Bola mata jenglot digerakkan dengan tangan dan ternyata sulit bergerak, seakan-akan telah terpatri secara permanen. Mustahil digerakkan tangan tanpa merusaknya. Oleh karena itu dr. Djaja melakukan pengambilan gambar. Pengambilan gambar dilakukan dengan dua kali pemotretan, dalam kurun waktu yang berbeda. Gambar pertama menunjukkan bahwa kedua bola mata jenglot, titik hitamnya tepat berada di tengah-tengah. Gambar kedua yang dilakukan beberapa waktu kemudian, ternyata menampakkan hasil bahwa titik hitam pada bola mata jenglot telah berubah letaknya. Satu bola mata berada di atas sedangkan satu bola mata lagi telah turun ke bawah. Inikah satu bukti kehidupan yang ditunjukkan oleh jenglot?
Hasil tes DNA dan pembuktian gerak jenglot yang dilakukan dr. Djaja barangkali belum secara lengkap membuktikan “tanda kehidupan” pada diri jenglot. Sebab upaya dr. Djaja untuk mengetes DNA jenglot dengan sampel organ bagian dalamnya tidak disetujui pemiliknya. Alasannya takut merusak tubuhnya yang mungil itu, di samping takut “kualat” Djaja sendiri mengaku sebenarnya tertarik untuk melakukan penelitian lebih dalam terhadap jenglot, namun selama ini terbentur pada masalah dana yang besar. “Kalau ada sponsor mungkin saya berani meneliti jenglot lebih dalam lagi,” ujarnya.
(mupeng.com)